:: SELAMAT DATANG di Media Online “BERITA.Com” ::

Senin, 06 Juli 2009

BUDAYA


DUA HAL PENTING AGAR CERPEN DIMUAT

Oleh : Redi Mulyadi

Pada suatu kesempatan, penulis ditanya oleh beberapa orang guru sastra yang ngajar di SMP di wilayah Tasikmalaya Selatan dan mereka tampak antusias membuat Cerita Pendek (Cerpen) untuk dimuat surat kabar. Persoalannya adalah, bagaimana caranya agar cerpen karya ciptanya itu bisa dimuat di surat kabar? Jawaban penulis sederhana, jika ingin menulis fiksi termasuk cerpen sebagai karya sastra kreatif, maka menulislah cerpen sebagus mungkin dan dikirimkan ke redaksi surat kabar yang menyediakan rubrik budaya seperti di HU Priangan.

Namun demikian, ada dua hal penting yang justru harus diperhatikan oleh para penulis cerpen, jika ingin mengirimkan karya ciptanya ke media massa (cetak) agar bisa dimuat dan menjadi bahan pertimbangan redakturnya, adalah masalah teknis dan segmen membaca surat kabar tersebut.

Pertama, masalah teknis terutama menyangkut seberapa luas kapling (ruang/rubrik) yang disediakan oleh media cetak tersebut untuk cerpen. Sebagai gambaran, untuk surat kabar yang memiliki ruang terbatas, maka panjang cerpen yang bisa dimuat rata-rata berkisar antara 7.000 – 10.000 karakter ketik komputer atau sekitar 5 – 7 halaman kuarto ketik dua spasi. Karena itu tak mengherankan, bila banyak cerpen yang terlalu panjang, tentunya secara teknis tidak mungkin untuk dimuat. Begitupun di HU Priangan atau HU Republika, misalnya, banyak cerpen yang terpaksa ditolak hanya karena masalah teknis (terlalu panjang), meskipun cerpen tersebut rata-rata cukup bagus.

Kedua, segmen pembaca suatu media massa cetak juga penting untuk diperhatikan, terutama oleh para penulis cerpen pemula. Karena tiap media massa cetak, koran/surat kabar maupun majalah akan selalu menyajikan tulisan – tulisan yang sesuai dengan dunia dan minat segmen pembacanya. Untuk majalah remaja, misalnya Anita, Cemerlang atau Aneka Yess, tentu hanya akan memuat cerpen – cerpen yang bertema kaum remaja. Sedangkan untuk majalah wanita seperti Femina atau Kartini, tentu lebih suka memuat cerpen atau novel yang temanya tentang perempuan atau menyangkut persoalan perempuan. Dan lebih sempit lagi, khusus untuk Femina, adalah yang menyangkut perempuan kelas menengah perkotaan.

Namun yang lebih luwes adalah cerpen untuk surat kabar umum seperti Kompas, Republika, Pikiran Rakyat, Suara Pembaruan dan Priangan. Walau demikian, tentu saja tetap diutamakan cerpen-cerpen yang komunikatif dan tidak terlalu eksperimental. Kalau cerpen-cerpen yang terlalu eksperimenatal atau terlalu nyastra maka akan lebih cocok untuk majalah khusus sastra seperti Horison atau Sastra.

Selain masalah teknis dan segmentasi tersebut, tentu masalah-masalah yang bersifat kualitatif tetap harus diperhatikan oleh para penulis pemula, misalnya bobot tema/isi dan gaya penyajian (style). Karena tiap redaktur, tentu akan cenderung memilih cerpen – cerpen atau fiksi yang tema/ isinya bermanfaat bagi pembaca dan disajikan dengan gaya penulisan yang memikat sehingga enak dibaca.

Dalam hal ini, jika cerpen itu merupakan cerpen realis misalnya, maka plot dan karakterisasinya harus benar-benar tergarap. Demikian pula, jika cerpen itu surealis atau simbolis, maka permainan imajinasi dan simbol-simbolnya harus benar-benar segar dan orisinil. Karena itu, cerpen-cerpen yang simbol dan imaji surealisnya pernah dipakai orang lain akan langsung menggugurkan nilai cerpenis, dan tentu sulit untuk bisa menembus gawang redakturnya. Selamat Berkarya!!!*******

Tidak ada komentar:

Posting Komentar